Gitar adalah temanku
Menemani keseharianku menyelusuri jalan untuk sesuap nasi
Penyangga kota adalah sahabatku
Kumpulan debu dan hinaan adalah makananku
Ditengah kepadatan ku harus berlari bagai kijang diburu pemangsa
Liar seakan tak perduli himpitan dan perjalananku
Sendiri ku menatap wajahku dalam cermin yang bercerita
Cemooan itu yang ku terima dalam hati ini kan kusimpan
Aku bukan siapa-siapa berharap akan satu kesempatan bahkan aku adalah sampah
Diludah dan diinjak deras kehidupan
Aku pengembara dalam kebisingan hati tak pernah mati
Ilusi hati yang berdusta akan masa depan cerah
Berlari dan bernyanyi dalam bis kota dalam kekerasan
Dalam kepalan aparat mengancam berkelahi demi status jerih payah
Hantaman bahkan sakit hati dipecahkan dalam kepalan tangan dikepala ini
Aku perkelahian bersandiwara dalam menentukan citra diri
Aku menghibur tapi hatiku bersedih Terpuruk dalam Keluarga nista dan hina
Biarlah aku tak dikenal Biarlah aku tertimbun sampah ibu kota
Aku tak kan sama dengan pengusaha bahkan singgasana raja
Aku preman dalam ketakutan pendatang ibu kota
Aku menghibur diriku bak artis penyanyi tak terkenal
Salamku untukmu baginda Raja dan Perias senyum kota